Yogyakarta – ARTJOG 2025 resmi ditutup dengan sebuah perayaan yang berbeda dari biasanya. Bukan sekadar seremoni penutupan festival seni rupa kontemporer, tetapi sebuah ruang pernyataan sikap atas kondisi bangsa yang tengah bergejolak.
Dengan tema “Motif: Amalan tanpa perayaan”, ARTJOG tahun ini menghadirkan panggung refleksi. Direktur ARTJOG, Heri Pemad, menegaskan bahwa seni tak bisa dilepaskan dari keresahan sosial. “Festival ini lahir dari semangat kebersamaan. Malam penutupan menjadi momen untuk berbagi pandangan kritis lewat seni, karena seni selalu menyertai kegelisahan masyarakat,” ujarnya.

Seni, Politik, dan Kemanusiaan
Kurator Hendro Wiyanto menyebut trilogi tema Motif (2023–2025) sebagai kerangka kritis, bukan hanya soal estetika, tapi juga membaca gejala sosial dan politik.
“Melalui pergulatan motif-motif yang baik, indah, dan benar, senimanlah yang memberi tahu kita siapa pemimpin yang sungguh mengamalkan amanat politik, bukan yang mempertontonkan arogansi pada yang lemah,” tegas Hendro.
Seniman Faisal Kamandobat menutup rangkaian dengan doa yang menyayat hati, menggugat jarak antara nilai keadilan dan realitas. “Kami membangun banyak tempat ibadah, namun semakin jauh dari-Mu,” kutip Faisal dalam bait doanya, mengajak publik merefleksikan kondisi bangsa.
Musik sebagai Seruan Perlawanan
Penampilan Sirin Farid Stevy dan kelompok funkot Prontaxan menjadi klimaks. Lirik-lirik Farid yang penuh seruan persatuan berpadu dengan dentuman funkot Prontaxan, mengajak ribuan penonton tetap menggantungkan harapan di tengah situasi pelik. Musik pun menjelma jadi alat perjuangan.
“Kesadaran untuk saling merawat kekuatan adalah pondasi penting memperjuangkan hak-hak kita sebagai masyarakat,” kata Farid di sela performanya.

ARTJOG, Ekosistem Seni yang Hidup
Meski ditutup, ARTJOG tak berhenti di sini. Festival ini berkomitmen tetap menjadi ekosistem seni kritis, terbuka, dan partisipatif. Ribuan seniman, pekerja kreatif, sponsor, serta publik menjadi bukti bahwa ARTJOG bukan sekadar pameran seni, tapi ruang hidup yang memadukan ekspresi, kritik, dan harapan.
ARTJOG 2025 pun menutup panggungnya dengan janji: kembali hadir pada 19 Juni 2026 dengan tema dan kurator baru. Sampai jumpa di Jogja, ruang di mana seni kontemporer selalu menemukan caranya berbicara. (aGp)