Di penghujung tahun 2020, Museum Sonobudoyo kembali menggelar pameran temporer Annual Museum Exhibition (AMEX) bertajuk Jayengtilam, Sastra Lisan dan Pembentukan Identitas Lokal. Pameran ini sekaligus menjadi momentum peringatan HUT Museum Sonobudoyo yang ke-85 tahun.

Ide dasar dari penyelenggaraan pameran ini adalah kedekatan emosional Masyarakat Jawa dan Yogyakarta terhadap tradisi lisan. Bahkan sampai saat ini, tradisi lisan terus diproduksi sebagai produk kebudayaan di tengah berkembangnya tradisi tulis.

Jayengtilam sendiri merupakan terminologi dari Bahasa Jawa yang terdiri dari 3 kata jayang ing tilam atau berjaya di peraduan. Hal ini merepresentasi banyaknya kebudayaan lisan yang berkembang di tempat tidur, seperti halnya dongeng sebelum tidur.

Pemilihan judul tersebut menurut Setyawan Sahli selaku Kepala Museum Sonobudoyo terinspirasi dari aktivitas tutur yang dilakukan orang tua kepada anaknya sesaat sebelum tidur. Tujuannya tentu sebagai upaya penanaman nilai moral maupun norma-norma, kadang kala juga menceritakan tentang leluhur.

Tajuk Jayengtilam juga merupakan nama dari tokoh Panji, yaitu Panji Jayengtilam. Nama Jayengtilam kemudian diadopsi sebagai bagian dari tajuk pameran sebab berkaitan dengan kesejarahan cerita Panji. Pada mulanya cerita Panji sebagai maha-karya sastra dari Nusantara terlebih dahulu disebarkan melalui tradisi lisan. Barulah setelah bertransformasi sebagai identitas lokal Daha dan Jenggala, cerita Panji kemudian dipahatkan pada relief-relief candi. Dari sisi inilah kolaborasi ide, sejarah, dan kekayaan nusantara diboyong dalam pameran.

Di samping itu, kehidupan tradisi lisan di masyarakat masih terus berkembang hingga saat ini. Bahkan pewarisan budaya lisan sebagai identitas lokal masih terus dilakukan. Mitos, gugon tuhon, legenda urban, atau sekedar cerita-cerita setempat menjadi potret nyata dari kelestarian tradisi lisan. Fenomena inilah yang dijadikan pendorong ide kreatif museum untuk menggelar pameran akhir tahun.

Pameran ini terdiri dari 8 area yaitu 7 ruang utama dengan berbagai koleksi dan penceritaan serta 1 ruang interaksi yang akan memanjakan pengunjung mendengarkan tradisi tutur. Setiap ruang akan berdiri sebagai penceritaan yang mandiri. Pengunjung tentu akan dimanjakan dengan narasi yang dibangun dalam pameran ini. Cerita tentang Wayang Beber Panji, Wayang Setanan, Astabrata, Kanjeng Ratu Kidul, hingga topeng dan pasren mewarnai setiap sudut ruang pamer.

Pameran yang berlangsung hingga 30 Desember 2020 ini digelar di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo Jl. Trikora/ Pangurakan No. 4 Yogyakarta, atau sisi selatan dari titik nol. Pameran Jayengtilam dibuka untuk umum ini dan tidak dipungut biaya alias gratis. Untuk tempat parkir pengunjung berada di halaman Sonobudoyo yang letaknya di utara Alun-alun Utara Yogyakarta.

Protokol kesehatan diterapkan untuk seluruh pengunjung yang datang ke Museum Sonobudoyo. Mulai dari mewajibkan cuci tangan di tempat yang sudah disediakan, pemeriksaan suhu, hingga penerapan physical distancing selama berkunjung ke pameran guna menjaga kesehatan. Pameran ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengisi kegiatan di akhir tahun.