Sebagai puncak rangkaian acara yang sekaligus upacara penutupan Yogyakarta Gamelan Festival ke-29 (YGF29) mempersembahkan Gaung Gamelan di Stadion Kridosono hari Minggu (11/8) sekitar pukul 19.30 WIB.
Pertunjukan gamelan yang dimainkan oleh ratusan pemain gamelan secara bersamaan yang tergabung dalam kelompok karawitan dari 14 Desa Budaya binaan Dinas Kebudayaan “Kundha Kabudayan” DIY dan kelompok gamelan komunitas antara lain Kyai Kanjeng, AKNSB (Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya), Gendhing Bahana UAD dan Karawitan Putri Bantul.
Pertunjukan ini memainkan empat gendhing klasik gaya Yogyakarta yang telah dibagikan sebulan sebelumnya, serta disebarkan melalui berbagai media dengan tujuan agar dapat dipelajari (dibaca) oleh masyarakat luas sebagai pengetahuan atau dapat dipakai untuk berpartisipasi di dalam program ini. Dua lancaran yang dimainkan diawal adalah Lancaran Desa Budaya dan Lancaran Kuwi Apa Kuwi.
Selain pertunjukan utama Gaung Gamelan, akan ada performance dari Saron Groove (Gayam16-Yogyakarta), Drummer Guyub Yogyakarta (Yogyakarta), Anteng Kitiran (Yogyakarta), Sanggar Sritanjung (Banyuwangi).
YGF merupakan festival yang mempertemukan pemain dan pencinta gamelan. Beberapa tahun yang lalu dunia dilanda pandemi, dan di masa-masa itu dunia seakan reset, kembali seperti semula, lalu setelah berhasil “bangkit’ dari masa pandemi yang merupakan masa kegelapan bagi seluruh dunia, tahun ini YGF mengusung tema “Piweling”
Ishari Sahida (Program Director), yang dikenal dengan nama Ari Wulu, menyatakan “YGF bukan sekadar perayaan musik, ini adalah perjalanan kembali ke akar kita. Melalui tema “Piweling” kami ingin terhubung kembali dengan asal usul alami kita, menumbuhkan rasa syukur, kebersamaan, dan pertumbuhan. Festival ini berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, melestarikan warisan kita sambil merangkul kemungkinan-kemungkinan baru.”
Sambutan KPH. Purbodiningrat selaku penasehat Jogja Festivals menyampaikan “Kami yang berbahagia pada malam hari ini, kita semua bisa hadir diacara yang guyup sekali ketika para pelaku, pemain dan penikmat gamelan berkumpul di gaung gamelan sebagai puncak acara Yogyakarta Gamelan Festival. Kita tidak boleh merasa puas dan berbangga diri karena tentu saja kegiatan ini harus selalu bergulir agar gamelan tetap lestari. Dan harapan kami dengan rangkaian Yogyakarta Gemelan Festival yang berlangsung selama satu minggu ini tahun depan YGF bisa lebih spektakuler”.
Sementara, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Ibu Dian Lakshmi Pratiwi membacakan sambutan dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Hamengkubuwana X,
“Setiap instument yang ada pada gamelan memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan, kendang misalnya berperan sebagai pemimpin yang mengendalikan irama gamelan memiliki filosofi ‘ndang’ yang dalam bahasa Jawa berarti bersegeralah, dan memiliki filosofi sebagai arti bersegeralah dalam beribadah kepada Yang Maha Pencipta. Setiap instrumen dalam gamelan dimainkan dengan porsinya masing-masing sehingga mampu menghasilkan harmonisasi yang indah pun dengan keberagaman dan perbedaan yang kita miliki tidak perlu sama namun dengan saling menghargai perbedaan tersebut dapat terwujud kehidupan yang selaras dan harmonis. Maka Yogyakarta Gamelan Festival menjadi salah satu medium untuk kembali memasuki pembelajaran hidup harmonisasi irama.”
Kemeriahan Gaung Gamelan semakin terasa dengan stan kuliner dan kerajinan di sekitar area pertunjukan. Stand ini menghadirkan aneka camilan, antara lain menu angkringan, kacang rebus, jagung rebus, wedang ronde, sate kere, dan sebagainya.
Persembahan Ladrang Piweling dan Gundhul-gundhul Pacul yang dipentaskan oleh delapan belas kelompok karawitan DIY menjadi penutup Gaung Gamelan sekaligus menutup rangkaian acara Yogyakarta Gamelan Festival 29.