Prambanan Jazz 2025line up Prambanan Jazz 2025

Candi Prambanan, dengan siluet agungnya yang mengiris langit senja Yogyakarta, kembali menjadi panggung sakral bagi perayaan musik paling romantis di nusantara—Prambanan Jazz Festival. Memasuki tahun ke-11 penyelenggaraan, festival ini tak sekadar rutin tahunan. Ia telah menjelma jadi ruang temu antara sejarah, musik lintas generasi, dan cinta yang tak pernah basi.

Mengusung tema “Sebelas Selaras”, festival tahun ini berlangsung selama tiga hari: 4, 5, dan 6 Juli 2025. Sebuah tema yang bukan sekadar permainan kata, tapi juga perayaan harmoni. Selaras dalam bunyi, rasa, dan generasi. Rajawali Indonesia, sang penggagas, kembali menunjukkan tajinya sebagai organizer yang memahami denyut budaya sekaligus detak industri musik modern.

Lihat saja deretan lineup tahun ini. Tidak main-main. Kenny G, sang penyihir saksofon dari belahan bumi barat, akan menyatu dalam atmosfir tropis tanah Jawa. Ia datang bukan hanya dengan nada-nada emasnya, tapi juga dengan sejarah panjang yang akan meresap di antara batu-batu candi.

Lalu ada EAJ, solois Korea Selatan yang namanya terus melejit di ranah global. Prambanan Jazz menjadi panggung jembatan lintas Asia yang elegan, membawa aroma K-pop ke udara lembab malam Prambanan.

Tentu, kejutan lokal tak kalah menggetarkan: Dewa 19 featuring Marcello Tahitoe, Kahitna, Tulus, MALIQ & D’Essentials, hingga reuni magis antara Ari Lasso dan band lamanya. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi afirmasi bahwa musik Indonesia sedang dalam titik terbaik untuk dihargai lintas usia.

Festival ini tak hanya mengedepankan headliner papan atas. Justru kekuatannya terletak pada keberanian menghadirkan kolaborasi lintas zaman: dari Panbers, Ebiet G Ade, Vina Panduwinata, hingga Nadin Amizah, Yura Yunita, dan Kunto Aji. Dalam satu panggung yang sama, waktu seolah larut, berdamai, dan berdialog.

Apa yang menjadikan Prambanan Jazz istimewa bukan hanya siapa yang tampil, tapi di mana mereka tampil. Di bawah langit Prambanan yang bersaksi pada sejarah panjang Mataram Kuno, setiap lagu punya gema spiritual. Musik tak hanya menghibur—ia menyembuhkan, mempersatukan, dan menautkan memori kolektif kita sebagai bangsa.

Tidak semua festival punya kekuatan semacam ini. Banyak yang besar karena nama, tapi Prambanan Jazz besar karena rasa. Ada nuansa magis yang tak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan langsung.

Sebagai penikmat konser yang lebih sering berada di barisan tengah sambil mengabadikan momen dengan mata berbinar, saya tahu betul: Prambanan Jazz adalah momen di mana musik tak hanya didengar, tapi dirasakan dalam dada. (AGP)